Latest Products

Abu nawas memindahkan istana keatas awan

Sebelum kita langsung ketopik ada baiknya kita mengenal dulu sosok pujangga besar ini Siapa sih Dia?Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al- Hakami (750-810)itu berarti beliau hidup kurang lebih dua kurun setelah zaman ke Nabian,Beliau biasanya dikenal sebagai Abū-awās atauAbū-Nuwās adalah seorang pujangga Arab Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya
Kisah kisah semasa hidupnya  selalu menjadi hikmah ,atau membuat orang tersenyum kegelian atau membuat kening berkerut karena heran dan sekaligus kagum akan kecerdasannya,seperti rangkuman kisah Beliau dibawah ini,dan inilah dia kisah abu nawas paling lucu


Abu nawas memindahkan istana keatas awan
Sore itu cuaca amatlah indah,awan putih bersih menggantung dicakrawala yang cerah,warna kemerahan lembayung mewarnai awan menarik perhatian siapa saja yang melihatnya Tak terkecuali di dalam Istana,sang Raja Harun al rasyidpun ternyata sedang menikmati suasana sore itu tak terasa didalam benaknya beliau memiliki khayalan untuk memindahkan Istananya ke atas awan sana Beliau berkata dalam hatinya"Tapi apa mungkin kemauanku itu terlaksana"

Tiba tiba beliau teringat pada Abu nawas"ya!bukankah ada Abu nawas yang selalu mempunyai jalan keluar jika aku mempunyai permasalahan?"katanya dalam hati..
Beliaupun latas menyuruh ajudannya untuk segera menjemput Abu nawas tak lama kemudian Abu nawaspun hadir  dihadapan sang raja,dengan kepala tertunduk dan perasaan yang gak menentu akibat berhadapan dengan sang raja yang penuh wibawa,Abu nawas menunggu titah sang raja,kemudian beliaupun berkata

Bainda raja : apakah kamu tau kenapa aku memanggilmu ke sini?

Abu nawas : ampun baginda hamba tidak tau,

Bainda raja : apakah kau lihat awan yang menggantung diluar sana,indah bukan?

Abu nawas : ya, saya bisa melihatnya memang sangat indah Yangmulya
Bainda raja : aku mempunyai keinginan untuk memindahkan istana ini keatas sana apakah kau bisa melaksanakan keinginanku?

Abu nawas pun pulang sambil membawa beban fikiran yang luarbiasa beratnya,dia terus memeras akal bagaimana Caranya untuk bisa memenuhi keinginan sang Raja dan sekaligus lepas dari hukuman yang membayanginya,karena menurutnya mustahil dia mampu memindahkan sebuah istana keatas awan,jangankan memindahkan sebuah istana, sebutir kerikilpun mustahil berada diatas awan,

Malampun tiba,namun dia belum juga menemukan jalan keluarnya,sampai pagi menjelang dia masih terus memeras akalnya namun sama saja hasilnya mustahil.

Rupanya kabar tentang berita itu sudah tersebar luas ke seluruh peloksok negri,membuat semua penduduk negri itu berbondong2 ingin menyaksikan secara langsung prosesi pemindahan istana raja keatas awan oleh Abu Nawas,

Sore itu cuaca sangatlah cerah,matahari bersinar diufuk barat menyiratkan lembayung berwarna keemasan menerpa istana yang megah dan mewah,
Setelah berpamitan pada sang istri,Abu Nawas pun pergi meninggalkan rumahnya,sepanjang jalan Dia terus memeras akalnya supaya Dia bisa lolos dari dari masalah itu

Tak lama kemudian sampailah Dia didepan istana,ternyata sang Raja bersama ribuan warga telah hadir menantinya,sedikit tak sabar beliau langsung bertanya pada Abu Nawas,"Kau sudah siap?"Abu nawas tak menjawab setengah tak sadar dia cuma bisa duduk diatas tanah dihadapan Raja dan ribuan warga Dan dikala itulah dia mendapatkan solusinya,lalu kemudian Abu Nawas bangkit dari duduknya Dia mengambil posisi jongkok seperti akan menggendong sesuatu,Sang Raja bertanya lagi "apa kamu sudah siap Abu Nawas?" "SIAP Yang mulya"  "bagus" Seketika suasana di tempat sunyi senyap,menunggu aksi Abu Nawas yang akan memindahkan istana keatas awan,seluruh pandangan tertuju pada Abu Nawas yang masih dalam posisi jongkok,rupanya sang Raja sudah tak sabar "apakah kamu sudah siap Abu Nawas?"sambil terus jongkok,Abu Nawas menjawab "dari tadi juga hamba sudah siap Yang Mulia, dan hamba menunggu Yang Mulia untuk menaruh istana itu keatas pundak hamba untuk dipindahkan keatas awan sana"

Mendengar itu sontak saja sang Raja kaget,sedikit marah namun tak bisa berbuat apa apa hanya bisa menggerutu"Dasar manusia licik"dalam hatinya mengagumi kecerdikan Abu Nawas.


Abu nawas menecahkan masalah sahabatnya


sore itu di sebuah warung Abu nawas sedang menikmati secangkir teh hangat,tiba2 Dia melihat temannya datang dengan muka yg masam,seolah sedang memendam kesusahan,diapun duduk di sebelah Abu,,sore ini cuaca sangat cerah,tapi kenapa mukamu tak secerah sore ini?Abu nawas memulai perbincangan,,bulan2 ini istriku mengeluh ttg tempat tinggal kami,sahutnya..,knp,ada apa dengan rumahmu?dia mengeluhkan tempat tinggal kami yg menurutnya terlalu sempit utk kami berempat tinggal,,kenapa tak kau lebarin aja,kata Abu nawas menawarkan saran,,kalau ada uang tentu hal ini takan terjadi keluhnya,,Abu nawas merenung sejenak,dia coba cari akal utk pecahkan masalah sahabatnya,setelah dapat akal diapun berkata:"begini,,apakah kamu punya uang untuk membeli seekor keledai?temannyapun tak lantas menjawabnya dia merasa dia tak lantas menjawab pertanyaan abu nawas,karena dia sedikit bingung, apa hubungannya membangun rumah sama beli seekor keledai?tapi dalam hatinya dia yakin pada sahabatnya yg satu ini,karna dia selalu mendapat jalan keluar dari masalah apapun yg ia hadapi,kemudian ia menjawab,: "ya!utk beli seekor keledai saja saya punya,,nah!!belilah olehmu seekor keledai simpan dan uruslah dirumahmu?ia pun tambah bingung,,bagaimana tidak,tanpa seekor keledai aja rumahnya terasa sempit apalagi kalau ada seekor keledai?tapi dia tak berani membantahnya,sekali lagi dia yakin pada sahabatnya,"baiklah saya akan coba saran dari kamu,dibelilah olehnya seekor keledai dan dibawanya pulang,sesampainya di rumah langsung saja dia memasukan keledainya kedalam rumah sesuai saran dari Abunawas,istrinya yg ada didalam rumah terkejut sambil memarahi suaminya,dianggapnya suaminya itu sudah tidak waras"kamu udah gila ya bang!! istrinya memarahi dia,tak sepatah katapun yg keluar dari mulutnya,
 dia sendiri bingung dengan apa yg telah ia lakukan dengan saran dari sahabatnya sendiri,keesokan harinya ia kembali menemui Abu nawas,setelah menceritakan apa yg telah terjadi di rumahnya Abu nawas malah menyarankannya untuk membeli lagi seekor kambing,diapun tambah kebingungan bagaimana tidak, seekor keledai aja sudah sangat merepotkan aplagi kalau harus di tambah lagi seekor kambing,lagi2 dia tdk bisa menolak sarannya karena dia percaya akan kecerdikan sahabatnya itu,dia pun pulang dengan membawa seekor kambing kerumahnya,dapat kita bayangkan apa yg bakal terjadi dirumahnya,untuk kedua kalinya ia kena marah sang istri,apalagi saran yg ketiga ia harus membeli lagi seekor angsa tambah semerawut aja tu rumahnya,

 habislah kesabarannya,ia tidak kuat lagi tinggal bersama hewan2 tsb,dan pergi menemui si pemberi solusi,Abu nawas cuma tersenyu mendengar curhatan sahabatnya seraya berkata,berapa uang yg kamu punya sekarang?tak sepeserpun uang dikantongku katanya,sekarang kamu pulanglah dan jual  keledaimu!!keesokan harinya setelah dia menjual keledainya dia kembali menemui Abu nawas,namun kali ini ada yg berbeda diwajahnya sedikht lebih cerah
Abu nawas : bagaimana keadaan rumahmu sekarang?
sahabatnya : alhamdllh rumahku sekarang terasa sedikit lapang setelah keledainya ku jual..
Abu nawas : nah sekarang kamu jual kambing dan angsanya,,
diapun menuruti kata sahabatnya itu

keesokan harinya.....wajaah dia benar benar sumringah tak ada beban yg tergambar diwajahnya sedikitpun,,dan dia berterimakasih pada Abu nawas sahabatnya akhirnya dia dan istrinya sadar bahwa kelapangan itu ada setelah kita merasakan terlebih dulu kesempitan.. 


Sebelum kita langsung ketopik ada baiknya kita mengenal dulu sosok pujangga besar ini Siapa sih Dia?Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al- Hakami (750-810)itu berarti beliau hidup kurang lebih dua kurun setelah zaman ke Nabian,Beliau biasanya dikenal sebagai Abū-awās atauAbū-Nuwās adalah seorang pujangga Arab Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya
Kisah kisah semasa hidupnya  selalu menjadi hikmah ,atau membuat orang tersenyum kegelian atau membuat kening berkerut karena heran dan sekaligus kagum akan kecerdasannya,seperti rangkuman kisah Beliau dibawah ini,dan inilah dia kisah abu nawas paling lucu


Abu nawas memindahkan istana keatas awan
Sore itu cuaca amatlah indah,awan putih bersih menggantung dicakrawala yang cerah,warna kemerahan lembayung mewarnai awan menarik perhatian siapa saja yang melihatnya Tak terkecuali di dalam Istana,sang Raja Harun al rasyidpun ternyata sedang menikmati suasana sore itu tak terasa didalam benaknya beliau memiliki khayalan untuk memindahkan Istananya ke atas awan sana Beliau berkata dalam hatinya"Tapi apa mungkin kemauanku itu terlaksana"

Tiba tiba beliau teringat pada Abu nawas"ya!bukankah ada Abu nawas yang selalu mempunyai jalan keluar jika aku mempunyai permasalahan?"katanya dalam hati..
Beliaupun latas menyuruh ajudannya untuk segera menjemput Abu nawas tak lama kemudian Abu nawaspun hadir  dihadapan sang raja,dengan kepala tertunduk dan perasaan yang gak menentu akibat berhadapan dengan sang raja yang penuh wibawa,Abu nawas menunggu titah sang raja,kemudian beliaupun berkata

Bainda raja : apakah kamu tau kenapa aku memanggilmu ke sini?

Abu nawas : ampun baginda hamba tidak tau,

Bainda raja : apakah kau lihat awan yang menggantung diluar sana,indah bukan?

Abu nawas : ya, saya bisa melihatnya memang sangat indah Yangmulya
Bainda raja : aku mempunyai keinginan untuk memindahkan istana ini keatas sana apakah kau bisa melaksanakan keinginanku?

Abu nawas pun pulang sambil membawa beban fikiran yang luarbiasa beratnya,dia terus memeras akal bagaimana Caranya untuk bisa memenuhi keinginan sang Raja dan sekaligus lepas dari hukuman yang membayanginya,karena menurutnya mustahil dia mampu memindahkan sebuah istana keatas awan,jangankan memindahkan sebuah istana, sebutir kerikilpun mustahil berada diatas awan,

Malampun tiba,namun dia belum juga menemukan jalan keluarnya,sampai pagi menjelang dia masih terus memeras akalnya namun sama saja hasilnya mustahil.

Rupanya kabar tentang berita itu sudah tersebar luas ke seluruh peloksok negri,membuat semua penduduk negri itu berbondong2 ingin menyaksikan secara langsung prosesi pemindahan istana raja keatas awan oleh Abu Nawas,

Sore itu cuaca sangatlah cerah,matahari bersinar diufuk barat menyiratkan lembayung berwarna keemasan menerpa istana yang megah dan mewah,
Setelah berpamitan pada sang istri,Abu Nawas pun pergi meninggalkan rumahnya,sepanjang jalan Dia terus memeras akalnya supaya Dia bisa lolos dari dari masalah itu

Tak lama kemudian sampailah Dia didepan istana,ternyata sang Raja bersama ribuan warga telah hadir menantinya,sedikit tak sabar beliau langsung bertanya pada Abu Nawas,"Kau sudah siap?"Abu nawas tak menjawab setengah tak sadar dia cuma bisa duduk diatas tanah dihadapan Raja dan ribuan warga Dan dikala itulah dia mendapatkan solusinya,lalu kemudian Abu Nawas bangkit dari duduknya Dia mengambil posisi jongkok seperti akan menggendong sesuatu,Sang Raja bertanya lagi "apa kamu sudah siap Abu Nawas?" "SIAP Yang mulya"  "bagus" Seketika suasana di tempat sunyi senyap,menunggu aksi Abu Nawas yang akan memindahkan istana keatas awan,seluruh pandangan tertuju pada Abu Nawas yang masih dalam posisi jongkok,rupanya sang Raja sudah tak sabar "apakah kamu sudah siap Abu Nawas?"sambil terus jongkok,Abu Nawas menjawab "dari tadi juga hamba sudah siap Yang Mulia, dan hamba menunggu Yang Mulia untuk menaruh istana itu keatas pundak hamba untuk dipindahkan keatas awan sana"

Mendengar itu sontak saja sang Raja kaget,sedikit marah namun tak bisa berbuat apa apa hanya bisa menggerutu"Dasar manusia licik"dalam hatinya mengagumi kecerdikan Abu Nawas.


Abu nawas menecahkan masalah sahabatnya


sore itu di sebuah warung Abu nawas sedang menikmati secangkir teh hangat,tiba2 Dia melihat temannya datang dengan muka yg masam,seolah sedang memendam kesusahan,diapun duduk di sebelah Abu,,sore ini cuaca sangat cerah,tapi kenapa mukamu tak secerah sore ini?Abu nawas memulai perbincangan,,bulan2 ini istriku mengeluh ttg tempat tinggal kami,sahutnya..,knp,ada apa dengan rumahmu?dia mengeluhkan tempat tinggal kami yg menurutnya terlalu sempit utk kami berempat tinggal,,kenapa tak kau lebarin aja,kata Abu nawas menawarkan saran,,kalau ada uang tentu hal ini takan terjadi keluhnya,,Abu nawas merenung sejenak,dia coba cari akal utk pecahkan masalah sahabatnya,setelah dapat akal diapun berkata:"begini,,apakah kamu punya uang untuk membeli seekor keledai?temannyapun tak lantas menjawabnya dia merasa dia tak lantas menjawab pertanyaan abu nawas,karena dia sedikit bingung, apa hubungannya membangun rumah sama beli seekor keledai?tapi dalam hatinya dia yakin pada sahabatnya yg satu ini,karna dia selalu mendapat jalan keluar dari masalah apapun yg ia hadapi,kemudian ia menjawab,: "ya!utk beli seekor keledai saja saya punya,,nah!!belilah olehmu seekor keledai simpan dan uruslah dirumahmu?ia pun tambah bingung,,bagaimana tidak,tanpa seekor keledai aja rumahnya terasa sempit apalagi kalau ada seekor keledai?tapi dia tak berani membantahnya,sekali lagi dia yakin pada sahabatnya,"baiklah saya akan coba saran dari kamu,dibelilah olehnya seekor keledai dan dibawanya pulang,sesampainya di rumah langsung saja dia memasukan keledainya kedalam rumah sesuai saran dari Abunawas,istrinya yg ada didalam rumah terkejut sambil memarahi suaminya,dianggapnya suaminya itu sudah tidak waras"kamu udah gila ya bang!! istrinya memarahi dia,tak sepatah katapun yg keluar dari mulutnya,
 dia sendiri bingung dengan apa yg telah ia lakukan dengan saran dari sahabatnya sendiri,keesokan harinya ia kembali menemui Abu nawas,setelah menceritakan apa yg telah terjadi di rumahnya Abu nawas malah menyarankannya untuk membeli lagi seekor kambing,diapun tambah kebingungan bagaimana tidak, seekor keledai aja sudah sangat merepotkan aplagi kalau harus di tambah lagi seekor kambing,lagi2 dia tdk bisa menolak sarannya karena dia percaya akan kecerdikan sahabatnya itu,dia pun pulang dengan membawa seekor kambing kerumahnya,dapat kita bayangkan apa yg bakal terjadi dirumahnya,untuk kedua kalinya ia kena marah sang istri,apalagi saran yg ketiga ia harus membeli lagi seekor angsa tambah semerawut aja tu rumahnya,

 habislah kesabarannya,ia tidak kuat lagi tinggal bersama hewan2 tsb,dan pergi menemui si pemberi solusi,Abu nawas cuma tersenyu mendengar curhatan sahabatnya seraya berkata,berapa uang yg kamu punya sekarang?tak sepeserpun uang dikantongku katanya,sekarang kamu pulanglah dan jual  keledaimu!!keesokan harinya setelah dia menjual keledainya dia kembali menemui Abu nawas,namun kali ini ada yg berbeda diwajahnya sedikht lebih cerah
Abu nawas : bagaimana keadaan rumahmu sekarang?
sahabatnya : alhamdllh rumahku sekarang terasa sedikit lapang setelah keledainya ku jual..
Abu nawas : nah sekarang kamu jual kambing dan angsanya,,
diapun menuruti kata sahabatnya itu

keesokan harinya.....wajaah dia benar benar sumringah tak ada beban yg tergambar diwajahnya sedikitpun,,dan dia berterimakasih pada Abu nawas sahabatnya akhirnya dia dan istrinya sadar bahwa kelapangan itu ada setelah kita merasakan terlebih dulu kesempitan.. 


Detail

Link Fakultas di UIN SUKA


berikut Link - Link Fakultas di Kampus ku :

Detail

5 ALASAN SAYA KULIAH DI UIN SUNAN KALIJAGA

Pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan alasan kenapa saya berkuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai salah satu tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah ICT.

5 alasan saya adalah
1. Menambah pengetahuan Agama Islam
2. Menjadi Pengusaha yang berbasis Islam (Spiritual Company)
3. Menjadi Insan Yang Bermanfaat Bagi Bangsa, Negara Dan Agama
4. Menjalin Ukhuwah Islamiyah
5. Bahagia dunia dan akhirat :-)
Pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan alasan kenapa saya berkuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai salah satu tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah ICT.

5 alasan saya adalah
1. Menambah pengetahuan Agama Islam
2. Menjadi Pengusaha yang berbasis Islam (Spiritual Company)
3. Menjadi Insan Yang Bermanfaat Bagi Bangsa, Negara Dan Agama
4. Menjalin Ukhuwah Islamiyah
5. Bahagia dunia dan akhirat :-)
Detail

SHOLAT ISTIKHARAH YANG BENAR

“Sholat Istikhoroh” untuk jodoh maupun urusan lain | Bolehkan do’a Istikharah dengan bahasa Indonesia? | Bolehkah do’a Istikhoroh tanpa Sholat dulu? | Apakah hasil sholat Istikharah harus dalam bentuk “mimpi” atau hati yang mantap?
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah: 
Allahumma inniy astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal ‘azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa ‘Abdullah’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta ta’lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” atau; ‘Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amru syarrul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” aw qaola; fiy ‘aajili amriy wa aajilihi fashrifhu ‘anniy washrifniy ‘anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy.”
(Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Al-Bukhari no. 1162)
Cara menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar ini atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku …, dan seterusnya.
Penjelasan ringkas:

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan bantuan dari Allah Ta’ala dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak mengetahui hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan dia tidak mengetahui akibat yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya.
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mensyariatkan adanya istikharah, yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa istikharah ini dipanjatkan kepada Allah setelah dia mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ.  وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Qashash: 68-70)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthuby rahimahullah berkata, “Sebagian ulama mengatakan: Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk mengerjakan suatu urusan dari urusan-urusan dunia kecuali setelah dia meminta pilihan kepada Allah dalam urusan tersebut. Yaitu dengan dia shalat dua rakaat shalat istikharah.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/202)
Shalat istikharah termasuk dari shalat-shalat sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata -sebagaimana dalam Fath Al-Bari (11/221-222), “Saya tidak mengetahui ada ulama yang berpendapat wajibnya shalat istikharah.”
Faidah:
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (11/220), “Ibnu Abi Hamzah berkata: Amalan yang wajib dan yang sunnah tidak perlu melakukan istikharah dalam melakukannya, sebagaimana yang haram dan makruh tidak perlu melakukan istikharah dalam meninggalkannya.
Maka urusan yang butuh istikharah hanya terbatas pada perkara yang mubah dan dalam urusan yang sunnah jika di depannya ada dua amalan sunnah yang hanya bisa dikerjakan salah satunya, mana yang dia kerjakan lebih dahulu dan yang dia mencukupkan diri dengannya.” Maka janganlah sekali-kali kamu meremehkan suatu urusan, akan tetapi hendaknya kamu beristikharah kepada Allah dalam urusan yang kecil dan yang besar, yang mulia atau yang rendah, dan pada semua amalan yang disyariatkan istikharah padanya. Karena terkadang ada amalan yang dianggap remeh akan tetapi lahir darinya perkara yang mulia.”
Berikut beberapa permasalahan yang sering ditanyakan berkenaan dengan istikharah:
1.    Apakah boleh istikharah dengan doa selain doa di atas atau dengan bahasa Indonesia?
Jawab: Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata dalam hadits di atas, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an.”
Ucapan ini menunjukkan bahwa dalam istikharah seseorang hanya boleh membaca doa di atas sesuai dengan konteks aslinya, tidak boleh ada penambahan dan tidak boleh juga ada pengurangan. Hal itu karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menyerupakan pengajaran istikharah seperti pengajaran surah Al-Qur`an. Maka sebagaimana suatu ayat dalam Al-Qur`an tidak boleh ditambah atau dikurangi atau dirubah maka demikian halnya dengan doa istikharah. Karenanya tidak boleh berdoa dengan membaca terjemahannya semata, tapi dia harus membacanya sebagaimana Nabi mengajarkannya.
Barangsiapa yang berdoa dengan terjemahannya maka dia tidak teranggap melakukan istikharah, akan tetapi dia hanya dianggap sedang berdoa kepada Allah. Hal ini telah diisyaratkan oleh Muhammad bin Abdillah bin Al-Haaj Al-Maliki rahimahullah dalam Al-Madkhal (4/37-38)
2.    Apakah boleh langsung berdoa dengan doa di atas tanpa melakukan shalat sebelumnya?
Jawab: Wallahu a’lam, yang nampak bahwa 2 rakaat dengan doa ini merupakan satu kesatuan dalam istikharah. Karenanya barangsiapa yang hanya berdoa tanpa mengerjakan shalat maka dia tidak dianggap mengerjakan istikharah yang tersebut dalam hadits ini. Walaupun dia tetap dianggap sebagai orang yang berdoa kepada Allah.
Akan tetapi jika dia ada uzur dalam mengerjakan shalat -misalnya wanita yang tengah haid atau nifas-, maka dia boleh langsung berdoa dan itu sudah dianggap sebagai istikharah karenanya adanya uzur untuk tidak mengerjakan shalat. Ini merupakan mazhab Al-Hanafiah, Al-Malikiah, dan Asy-Syafi’iyah.
Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar hal. 112, “Jika dia tidak bisa mengerjakan shalat karena ada uzur, maka hendaknya dia cukup beristikharah dengan doa.”
3.    Apakah dua rakaat ini merupakan shalat khusus, ataukah berlaku untuk semua shalat sunnah dua rakaat?
Jawab: Lahiriah hadits menunjukkan ini merupakan shalat dua rakaat khusus dengan niat untuk istikharah. Hanya saja jika seseorang shalat sunnah rawatib dengan niat rawatib sekaligus niat istikharah (menggabungkan niat), maka itu sudah cukup baginya dan dia sudah boleh langsung berdoa setelahnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Jika dia meniatkan shalat itu dengan niatnya dan dengan niat shalat istikharah secara bersamaan (menggabungkan niatnya, pent.) maka shalatnya itu sudah syah dianggap sebagai istikharah, berbeda halnya jika dia tidak meniatkannya (sebagai shalat istikharah).” (Fath Al-Bari: 11/221)
Sekedar menguatkan isi hadits, bahwa dua rakaat yang dimaksud haruslah merupakan shalat sunnah. Karenanya shalat subuh tidak bisa diniatkan sebagai shalat istikharah karena dia merupakan shalat wajib.
4.    Adakah surah khusus yang disunnahkan untuk dibaca dalam shalat istikharah?
Jawab: Al-Hafizh Al-Iraqi rahimahullah berkata, “Saya tidak menemukan sedikitpun dalam jalan-jalan hadits istikharah adanya penentuan surah tertentu yang dibaca di dalamnya.” (Umdah Al-Qari`: 7/235)
Inilah pendapat yang benar karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya surah tertentu yang lebih utama dibaca dalam shalat istikharah. Sementara tidak boleh menentukan lebih utamanya suatu surah dibandingkan yang lainnya dari sisi bacaan kecuali dengan dalil yang shahih.
5.    Bagi yang tidak menghafal doanya, apakah dia bisa membacanya dari sebuah buku?
Jawab: Yang jelas, yang pertama kita katakan: Hendaknya dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghafalnya.
Jika dia tidak sanggup, maka Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya.Dalam keadaan seperti ini dia diperbolehkan membaca doa ini dengan melihat kepada kitab atau catatannya. Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab ketika diajukan pertanyaan yang senada dengan di atas, “Jika engkau menghafal doa istikharah atau engkau membacanya dari kitab, maka tidak ada masalah. Hanya saja kamu wajib bersungguh-sungguh dalam berkonsentrasi dan khusyu’ kepada Allah serta jujur dalam berdoa.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah: 8/161)
6.    Bolehkah shalat istikharah pada waktu yang terlarang shalat?
Jawab: Jika shalat istikharahnya masih bisa ditunda hingga keluar dari waktu yang terlarang maka inilah yang lebih utama dia kerjakan. Akan tetapi shalat istikharah ini jika tidak bisa diundur atau dia butuhkan saat itu juga, maka dia boleh mengerjakannya saat itu juga walaupun pada waktu yang terlarang. Karena jika shalat istikharah itu dibutuhkan secepatnya, maka jadilah dia shalat sunnah yang disyariatkan karena adanya sebab, sementara sudah dimaklumi bahwa waktu-waktu terlarang shalat ini tidak berlaku pada shalat-shalat sunnah yang mempunyai sebab, seperti tahiyatul masjid, shalat sunnah wudhu, dan semacamnya.
Bolehnya shalat sunnah yang mempunyai sebab dikerjakan pada waktu-waktu terlarang merupakan mazhab Imam Asy-Syafi’i dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. (Lihat Majmu’ Al-Fatawa: 23/210-215)
7.    Apa yang dia lakukan setelah istikharah?
Jawab: Sebelumnya butuh diingatkan bahwa sebelum melakukan istikharah hendaknya dia mengosongkan hatinya dari kecondongan kepada salah satu urusan dari dua urusan yang dia akan mintai pilihan (tidak berpihak kepada satu pilihan). Akan tetapi hendaknya dia melepaskan diri dari semua pilihan tersebut dan betul-betul pasrah menyerahkan nasibnya dan pilihannya kepada Allah Ta’ala.
Imam Al-Qurthuby berkata, “Para ulama menyatakan: Hendaknya dia mengosongkan hatinya dari semua pikiran (berkenaan dengan urusan yang akan dia hadapi) agar hatinya tidak condong kepada salah satu urusan (sebelum dia istikharah).” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/206)
Kemudian, setelah dia melakukan istikharah, maka hendaknya dia memilih untuk mengerjakan apa yang hendak dia lakukan dari urusan yang tadinya dia minta pilihan padanya. Jika urusan itu merupakan kebaikan maka insya Allah Allah akan memudahkannya dan jika itu merupakan kejelekan maka insya Allah Allah akan memalingkannya dari urusan tersebut.
Muhammad bin Ali Az-Zamlakani rahimahullah berkata,
“Jika seseorang sudah shalat istikharah dua rakaat untuk suatu urusan, maka setelah itu hendaknya dia mengerjakan urusan yang dia ingin kerjakan, baik hatinya lapang/tenang dalam mengerjakan urusan itu ataukah tidak, karena pada urusan tersebut terdapat kebaikan walaupun mungkin hatinya tidak tenang dalam mengerjakannya.” Dan beliau juga berkata, “Karena dalam hadits (Jabir) tersebut tidak disebutkan adanya kelapangan/ketenangan jiwa.” (Thabaqat Asy-Syafi’iah Al-Kubra: 9/206) Maksudnya: Dalam hadits Jabir di atas tidak disebutkan bahwa hendaknya dia mengerjakan apa yang hatinya tenang dalam mengerjakannya, wallahu a’lam.
Karenanya, termasuk khurafat adalah apa yang diyakini oleh sebagian orang bahwa: Siapa yang sudah melakukan istikharah maka dia tidak melakukan apa-apa hingga mendapatkan mimpi yang baik atau mimpi yang akan mengarahkannya dan seterusnya. Ini sungguh merupakan perbuatan orang yang jahil tatkala dia menyandarkan urusannya pada sebuah mimpi, wallahul musta’an.
8.    Jika hatinya masih ragu-ragu atau hatinya belum mantap dalam mengerjakan urusan yang tadinya dia sudah beristikharah untuknya. Apakah dia boleh mengulangi shalat istikharahnya?
Jawab: Boleh berdasarkan beberapa dalil di antaranya:
1.    Istikharah merupakan doa, dan di antara kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam berdoa adalah mengulanginya sebanyak tiga kali.
Hadits ini kami bawakan bukan untuk menunjukkan shalat istikharah diulang sebanyak tiga kali, akan tetapi hanya untuk menunjukkan bolehnya mengulangi doa.
2.    Shalat istikharah adalah shalat yang disyariatkan karena adanya sebab. Karenanya, selama sebab itu masih ada dan belum hilang maka tetap disyariatkan mengerjakan shalat ini.
Inilah yang dipilih oleh sejumlah ulama di antanya: Imam Badruddin Al-Aini dalam Umdah Al-Qari` (7/235), Ali Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (3/406), dan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (3/89).
9.    Haruskah shalat istikharah dikerjakan di malam hari?
Jawab: Dalam hadits di atas tidak ada keterangan waktu pengerjaannya. Karena shalat ini bisa dikerjakan kapan saja baik siang maupun malam hari. Barangsiapa yang meyakini shalat ini hanya bisa dikerjakan di malam hari maka keyakinannya ini keliru. Walaupun tentunya jika dia mengerjakannya pada waktu-waktu dimana doa mustajabah -seperti antara azan dan iqamah, sepertiga malam terakhir, dan seterusnya-, maka itu lebih utama.
“Sholat Istikhoroh” untuk jodoh maupun urusan lain | Bolehkan do’a Istikharah dengan bahasa Indonesia? | Bolehkah do’a Istikhoroh tanpa Sholat dulu? | Apakah hasil sholat Istikharah harus dalam bentuk “mimpi” atau hati yang mantap?
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah: 
Allahumma inniy astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal ‘azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa ‘Abdullah’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta ta’lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” atau; ‘Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amru syarrul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” aw qaola; fiy ‘aajili amriy wa aajilihi fashrifhu ‘anniy washrifniy ‘anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy.”
(Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Al-Bukhari no. 1162)
Cara menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar ini atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku …, dan seterusnya.
Penjelasan ringkas:

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan bantuan dari Allah Ta’ala dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak mengetahui hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan dia tidak mengetahui akibat yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya.
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mensyariatkan adanya istikharah, yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa istikharah ini dipanjatkan kepada Allah setelah dia mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ.  وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Qashash: 68-70)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthuby rahimahullah berkata, “Sebagian ulama mengatakan: Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk mengerjakan suatu urusan dari urusan-urusan dunia kecuali setelah dia meminta pilihan kepada Allah dalam urusan tersebut. Yaitu dengan dia shalat dua rakaat shalat istikharah.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/202)
Shalat istikharah termasuk dari shalat-shalat sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata -sebagaimana dalam Fath Al-Bari (11/221-222), “Saya tidak mengetahui ada ulama yang berpendapat wajibnya shalat istikharah.”
Faidah:
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (11/220), “Ibnu Abi Hamzah berkata: Amalan yang wajib dan yang sunnah tidak perlu melakukan istikharah dalam melakukannya, sebagaimana yang haram dan makruh tidak perlu melakukan istikharah dalam meninggalkannya.
Maka urusan yang butuh istikharah hanya terbatas pada perkara yang mubah dan dalam urusan yang sunnah jika di depannya ada dua amalan sunnah yang hanya bisa dikerjakan salah satunya, mana yang dia kerjakan lebih dahulu dan yang dia mencukupkan diri dengannya.” Maka janganlah sekali-kali kamu meremehkan suatu urusan, akan tetapi hendaknya kamu beristikharah kepada Allah dalam urusan yang kecil dan yang besar, yang mulia atau yang rendah, dan pada semua amalan yang disyariatkan istikharah padanya. Karena terkadang ada amalan yang dianggap remeh akan tetapi lahir darinya perkara yang mulia.”
Berikut beberapa permasalahan yang sering ditanyakan berkenaan dengan istikharah:
1.    Apakah boleh istikharah dengan doa selain doa di atas atau dengan bahasa Indonesia?
Jawab: Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata dalam hadits di atas, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an.”
Ucapan ini menunjukkan bahwa dalam istikharah seseorang hanya boleh membaca doa di atas sesuai dengan konteks aslinya, tidak boleh ada penambahan dan tidak boleh juga ada pengurangan. Hal itu karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menyerupakan pengajaran istikharah seperti pengajaran surah Al-Qur`an. Maka sebagaimana suatu ayat dalam Al-Qur`an tidak boleh ditambah atau dikurangi atau dirubah maka demikian halnya dengan doa istikharah. Karenanya tidak boleh berdoa dengan membaca terjemahannya semata, tapi dia harus membacanya sebagaimana Nabi mengajarkannya.
Barangsiapa yang berdoa dengan terjemahannya maka dia tidak teranggap melakukan istikharah, akan tetapi dia hanya dianggap sedang berdoa kepada Allah. Hal ini telah diisyaratkan oleh Muhammad bin Abdillah bin Al-Haaj Al-Maliki rahimahullah dalam Al-Madkhal (4/37-38)
2.    Apakah boleh langsung berdoa dengan doa di atas tanpa melakukan shalat sebelumnya?
Jawab: Wallahu a’lam, yang nampak bahwa 2 rakaat dengan doa ini merupakan satu kesatuan dalam istikharah. Karenanya barangsiapa yang hanya berdoa tanpa mengerjakan shalat maka dia tidak dianggap mengerjakan istikharah yang tersebut dalam hadits ini. Walaupun dia tetap dianggap sebagai orang yang berdoa kepada Allah.
Akan tetapi jika dia ada uzur dalam mengerjakan shalat -misalnya wanita yang tengah haid atau nifas-, maka dia boleh langsung berdoa dan itu sudah dianggap sebagai istikharah karenanya adanya uzur untuk tidak mengerjakan shalat. Ini merupakan mazhab Al-Hanafiah, Al-Malikiah, dan Asy-Syafi’iyah.
Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar hal. 112, “Jika dia tidak bisa mengerjakan shalat karena ada uzur, maka hendaknya dia cukup beristikharah dengan doa.”
3.    Apakah dua rakaat ini merupakan shalat khusus, ataukah berlaku untuk semua shalat sunnah dua rakaat?
Jawab: Lahiriah hadits menunjukkan ini merupakan shalat dua rakaat khusus dengan niat untuk istikharah. Hanya saja jika seseorang shalat sunnah rawatib dengan niat rawatib sekaligus niat istikharah (menggabungkan niat), maka itu sudah cukup baginya dan dia sudah boleh langsung berdoa setelahnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Jika dia meniatkan shalat itu dengan niatnya dan dengan niat shalat istikharah secara bersamaan (menggabungkan niatnya, pent.) maka shalatnya itu sudah syah dianggap sebagai istikharah, berbeda halnya jika dia tidak meniatkannya (sebagai shalat istikharah).” (Fath Al-Bari: 11/221)
Sekedar menguatkan isi hadits, bahwa dua rakaat yang dimaksud haruslah merupakan shalat sunnah. Karenanya shalat subuh tidak bisa diniatkan sebagai shalat istikharah karena dia merupakan shalat wajib.
4.    Adakah surah khusus yang disunnahkan untuk dibaca dalam shalat istikharah?
Jawab: Al-Hafizh Al-Iraqi rahimahullah berkata, “Saya tidak menemukan sedikitpun dalam jalan-jalan hadits istikharah adanya penentuan surah tertentu yang dibaca di dalamnya.” (Umdah Al-Qari`: 7/235)
Inilah pendapat yang benar karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya surah tertentu yang lebih utama dibaca dalam shalat istikharah. Sementara tidak boleh menentukan lebih utamanya suatu surah dibandingkan yang lainnya dari sisi bacaan kecuali dengan dalil yang shahih.
5.    Bagi yang tidak menghafal doanya, apakah dia bisa membacanya dari sebuah buku?
Jawab: Yang jelas, yang pertama kita katakan: Hendaknya dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghafalnya.
Jika dia tidak sanggup, maka Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya.Dalam keadaan seperti ini dia diperbolehkan membaca doa ini dengan melihat kepada kitab atau catatannya. Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab ketika diajukan pertanyaan yang senada dengan di atas, “Jika engkau menghafal doa istikharah atau engkau membacanya dari kitab, maka tidak ada masalah. Hanya saja kamu wajib bersungguh-sungguh dalam berkonsentrasi dan khusyu’ kepada Allah serta jujur dalam berdoa.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah: 8/161)
6.    Bolehkah shalat istikharah pada waktu yang terlarang shalat?
Jawab: Jika shalat istikharahnya masih bisa ditunda hingga keluar dari waktu yang terlarang maka inilah yang lebih utama dia kerjakan. Akan tetapi shalat istikharah ini jika tidak bisa diundur atau dia butuhkan saat itu juga, maka dia boleh mengerjakannya saat itu juga walaupun pada waktu yang terlarang. Karena jika shalat istikharah itu dibutuhkan secepatnya, maka jadilah dia shalat sunnah yang disyariatkan karena adanya sebab, sementara sudah dimaklumi bahwa waktu-waktu terlarang shalat ini tidak berlaku pada shalat-shalat sunnah yang mempunyai sebab, seperti tahiyatul masjid, shalat sunnah wudhu, dan semacamnya.
Bolehnya shalat sunnah yang mempunyai sebab dikerjakan pada waktu-waktu terlarang merupakan mazhab Imam Asy-Syafi’i dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. (Lihat Majmu’ Al-Fatawa: 23/210-215)
7.    Apa yang dia lakukan setelah istikharah?
Jawab: Sebelumnya butuh diingatkan bahwa sebelum melakukan istikharah hendaknya dia mengosongkan hatinya dari kecondongan kepada salah satu urusan dari dua urusan yang dia akan mintai pilihan (tidak berpihak kepada satu pilihan). Akan tetapi hendaknya dia melepaskan diri dari semua pilihan tersebut dan betul-betul pasrah menyerahkan nasibnya dan pilihannya kepada Allah Ta’ala.
Imam Al-Qurthuby berkata, “Para ulama menyatakan: Hendaknya dia mengosongkan hatinya dari semua pikiran (berkenaan dengan urusan yang akan dia hadapi) agar hatinya tidak condong kepada salah satu urusan (sebelum dia istikharah).” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/206)
Kemudian, setelah dia melakukan istikharah, maka hendaknya dia memilih untuk mengerjakan apa yang hendak dia lakukan dari urusan yang tadinya dia minta pilihan padanya. Jika urusan itu merupakan kebaikan maka insya Allah Allah akan memudahkannya dan jika itu merupakan kejelekan maka insya Allah Allah akan memalingkannya dari urusan tersebut.
Muhammad bin Ali Az-Zamlakani rahimahullah berkata,
“Jika seseorang sudah shalat istikharah dua rakaat untuk suatu urusan, maka setelah itu hendaknya dia mengerjakan urusan yang dia ingin kerjakan, baik hatinya lapang/tenang dalam mengerjakan urusan itu ataukah tidak, karena pada urusan tersebut terdapat kebaikan walaupun mungkin hatinya tidak tenang dalam mengerjakannya.” Dan beliau juga berkata, “Karena dalam hadits (Jabir) tersebut tidak disebutkan adanya kelapangan/ketenangan jiwa.” (Thabaqat Asy-Syafi’iah Al-Kubra: 9/206) Maksudnya: Dalam hadits Jabir di atas tidak disebutkan bahwa hendaknya dia mengerjakan apa yang hatinya tenang dalam mengerjakannya, wallahu a’lam.
Karenanya, termasuk khurafat adalah apa yang diyakini oleh sebagian orang bahwa: Siapa yang sudah melakukan istikharah maka dia tidak melakukan apa-apa hingga mendapatkan mimpi yang baik atau mimpi yang akan mengarahkannya dan seterusnya. Ini sungguh merupakan perbuatan orang yang jahil tatkala dia menyandarkan urusannya pada sebuah mimpi, wallahul musta’an.
8.    Jika hatinya masih ragu-ragu atau hatinya belum mantap dalam mengerjakan urusan yang tadinya dia sudah beristikharah untuknya. Apakah dia boleh mengulangi shalat istikharahnya?
Jawab: Boleh berdasarkan beberapa dalil di antaranya:
1.    Istikharah merupakan doa, dan di antara kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam berdoa adalah mengulanginya sebanyak tiga kali.
Hadits ini kami bawakan bukan untuk menunjukkan shalat istikharah diulang sebanyak tiga kali, akan tetapi hanya untuk menunjukkan bolehnya mengulangi doa.
2.    Shalat istikharah adalah shalat yang disyariatkan karena adanya sebab. Karenanya, selama sebab itu masih ada dan belum hilang maka tetap disyariatkan mengerjakan shalat ini.
Inilah yang dipilih oleh sejumlah ulama di antanya: Imam Badruddin Al-Aini dalam Umdah Al-Qari` (7/235), Ali Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (3/406), dan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (3/89).
9.    Haruskah shalat istikharah dikerjakan di malam hari?
Jawab: Dalam hadits di atas tidak ada keterangan waktu pengerjaannya. Karena shalat ini bisa dikerjakan kapan saja baik siang maupun malam hari. Barangsiapa yang meyakini shalat ini hanya bisa dikerjakan di malam hari maka keyakinannya ini keliru. Walaupun tentunya jika dia mengerjakannya pada waktu-waktu dimana doa mustajabah -seperti antara azan dan iqamah, sepertiga malam terakhir, dan seterusnya-, maka itu lebih utama.
Detail

AMALAN DIBULAN RAMADHAN

Kehadiran bulan suci Ramadhan menjadi sebuah hadiah yang indah bagi kita, karena padanya kebaikan bernilai lebih serta berlipat ganda, dan terdapat padanya amalan-amalan yang tidak terdapat pada bulan lainnya.
Saudaraku, bulan Ramadhan yang hanya berlalu satu tahun sekali, merupakan jarak waktu yang membawa kita pada suatu keadaan, dimana kita terkadang agak terlupakan dengan amalan-amalan di tahun sebelumnya. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengingatnya kembali.
1. Puasa
Amalan yang pertama dan paling utama di bulan Ramadhan adalah melaksanakan puasa yang merupakan rukun Islam yang keempat. Semua kita mengetahui tentang hal itu, tapi yang perlu kita ingat bahwa puasa setiap orang dari kita berbeda nilai dan pahalanya di sisi Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, mari kita berpuasa bukan sekedar untuk melepaskan kewajiban, tapi kita melaksanakannya dengan penuh keimanan dan mengharap balasan Allah. Kita merasa senang dengan puasa dan bukan merasa terbebani. Kita melaksanakan kewajiban dan sunnah-sunnahnya serta meninggalkan larangan dan hal-hal yang mengurangi nilainya, sehingga kita menjadi bagian dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan setiap anak Adam dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman : ‘Kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku. Aku yang membalasnya (tanpa batasan tadi). Ia (orang yang berpuasa-red) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku“. (HR. Muslim)


2. Shalat Malam (Tarawih)
Shalat malam adalah shalat sunnah yang sangat besar pahalanya baik dikerjakan di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan. Namun shalat malam di bulan Ramadhan yang kita kenal dengan shalat Tarawih memiliki keutamaan lebih daripada di selain bulan Ramadhan. Maka hendaklah kita berlomba-lomba untuk melakukannya. Suasana Ramadhan dan balasan pahala yang besar memberikan kepada kita semangat yang lebih untuk melaksanakannya. Dan semoga apa yang kita lakukan di bulan Ramadhan menjadi latihan bagi kita untuk membiasakan diri setelah Ramadhan berlalu.
Diantara pahala yang besar dari shalat Tarawih adalah diampuni dosa yang telah lalu, -semoga kita menjadi bagian darinya-, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosanya yang telah lalu“. (Muttafaqun ‘alaih)


3. Membaca dan Tadabbur Al Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an. Pada bulan Ramadhan, Al Qur’an diturunkan. Allah Ta’ala berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang diturunkan di dalamnya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah : 185)
Pada bulan Ramadhan, Jibril ‘alahis salam menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersama membaca dan mengulangi bacaan Al Qur’an. Di bulan Ramadhan, para Shahabat dan salafus shalih berlomba-lomba mengkhatamkan Al Qur’an, baik dalam bacaan shalat ataupun bacaan di luar shalat.
Al Qur’an adalah kitab petunjuk. Dan agar kita bisa mengambil petunjuk darinya, maka kita harus memahami arti dan maknanya. Membaca Al Qur’an adalah amalan yang luar besar nilainya. Tapi mentaddaburi dan memahami maknanya, kemudian mengambil petunjuk hidup darinya, itulah tujuan Al Qur’an diturunkan. Oleh karena itu, mari kita jadikan bulan Ramadhan bulan membaca dan mentaddaburi Al Qur’an.

4. Sedekah
Amalan ibadah bulan Ramadhan tidak hanya yang berhubungan langsung dengan AllahTa’ala, tapi juga terdapat amalan yang memberikan efek kebaikan langsung kepada orang lain, salah satunya adalah sedekah. Memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawaan beliau akan bertambah pada bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. Beliau bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al-Qur’an, dan  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dari hembusan angin (yakni sangat mudah mengeluarkan sedekah).” (HR. Bukhari)
Sedekah di bulan Ramadhan bisa kita lakukan dengan mengeluarkan sedekah seperti biasanya, dan kita akan mendapatkan nilai lebih jika sedekah itu dilakukan dengan memberi makanan berbuka, karena kita mendapatkan pahala sedekah dan pahala memberi makan orang berbuka puasa.
4. I’tikaf
I’tikaf dilakukan dengan menetap di masjid selama waktu i’tikaf, baik itu siang ataupun malam hari, dan tidak keluar dari masjid kecuali untuk memenuhi kebutuhan yang darurat, seperti makan dan buang air.
Seorang yang beri’tikaf menyibukkan dirinya hanya dengan ibadah, berdzikir, membaca Al Qur’an, memperbanyak shalat, dan amalan-amalan ibadah yang lainnya. Ia meninggalkan pekerjaan yang melalaikan dan amalan yang sia-sia sehingga waktu ia beri’tikaf benar-benar menjadi waktu yang ia khususkan untuk mendekat dirinya kepada Allah Ta’ala. I’tikah merupakan kebiasaan dan keteladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selama sepuluh hari setiap bulan Ramadhan, dan beri’tikaf selama dua puluh hari pada tahun beliau wafat”. (HR. Bukhari)
5. Menghidupkan Malam Lailatul Qadar
Dengan kasih sayang dan rahmat-Nya, Allah Ta’ala menghadiakan kita satu malam yang istimewa di bulan Ramadhan, malam yang barangsiapa menghidupkannya, akan diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari). Bahkan mendapat pahala yang berlipat ganda yang lebih baik dari amalan seribu bulan. Pahala seperti ini hanya ada pada malam itu. Allah Ta’ala berfirman tentangnya (yang artinya), “Malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar : 3).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghidupkan malam laitul qadar dan menganjurkan umatnya untuk menghidupkannya. Oleh karena itu, mari kita berlomba-lomba untuk menghidupkan malam laitul qadar dengan memperbanyak amalan-amalan ibadah padanya.
Malam itu adalah salah satu dari malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan pada malam ke-27, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat kuat tentangnya, tanpa memastikannya sebagai malam lailatul qadar.

6. Umrah di Bulan Ramadhan
Setiap hati pasti rindu untuk datang ke Masjidil Haram untuk thawaf mengelilingi Ka’bah, shalat di hadapannya bersama jutaan kaum muslimin lainnya. Ibadah umrah dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun umrah di bulan Ramadhan memiliki nilai pahala yang lebih tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan (pahalanya) menyerupai haji” (HR. Tirmidzi)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan bagi kita untuk melaksanakan umrah di bulan Ramadhan dan memberi taufik dan inayah-Nya kepada kita agar dapat menghidupkan bulan Ramadhan dengan amal-amal kebaikan. Amiin.

Penulis : Ustadz Sanusin Muhammad, M.A (Alumni S2 Universitas Islam Madinah Jurusan Tarbiyah)


Kehadiran bulan suci Ramadhan menjadi sebuah hadiah yang indah bagi kita, karena padanya kebaikan bernilai lebih serta berlipat ganda, dan terdapat padanya amalan-amalan yang tidak terdapat pada bulan lainnya.
Saudaraku, bulan Ramadhan yang hanya berlalu satu tahun sekali, merupakan jarak waktu yang membawa kita pada suatu keadaan, dimana kita terkadang agak terlupakan dengan amalan-amalan di tahun sebelumnya. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengingatnya kembali.
1. Puasa
Amalan yang pertama dan paling utama di bulan Ramadhan adalah melaksanakan puasa yang merupakan rukun Islam yang keempat. Semua kita mengetahui tentang hal itu, tapi yang perlu kita ingat bahwa puasa setiap orang dari kita berbeda nilai dan pahalanya di sisi Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, mari kita berpuasa bukan sekedar untuk melepaskan kewajiban, tapi kita melaksanakannya dengan penuh keimanan dan mengharap balasan Allah. Kita merasa senang dengan puasa dan bukan merasa terbebani. Kita melaksanakan kewajiban dan sunnah-sunnahnya serta meninggalkan larangan dan hal-hal yang mengurangi nilainya, sehingga kita menjadi bagian dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan setiap anak Adam dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman : ‘Kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku. Aku yang membalasnya (tanpa batasan tadi). Ia (orang yang berpuasa-red) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku“. (HR. Muslim)


2. Shalat Malam (Tarawih)
Shalat malam adalah shalat sunnah yang sangat besar pahalanya baik dikerjakan di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan. Namun shalat malam di bulan Ramadhan yang kita kenal dengan shalat Tarawih memiliki keutamaan lebih daripada di selain bulan Ramadhan. Maka hendaklah kita berlomba-lomba untuk melakukannya. Suasana Ramadhan dan balasan pahala yang besar memberikan kepada kita semangat yang lebih untuk melaksanakannya. Dan semoga apa yang kita lakukan di bulan Ramadhan menjadi latihan bagi kita untuk membiasakan diri setelah Ramadhan berlalu.
Diantara pahala yang besar dari shalat Tarawih adalah diampuni dosa yang telah lalu, -semoga kita menjadi bagian darinya-, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosanya yang telah lalu“. (Muttafaqun ‘alaih)


3. Membaca dan Tadabbur Al Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an. Pada bulan Ramadhan, Al Qur’an diturunkan. Allah Ta’ala berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang diturunkan di dalamnya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah : 185)
Pada bulan Ramadhan, Jibril ‘alahis salam menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersama membaca dan mengulangi bacaan Al Qur’an. Di bulan Ramadhan, para Shahabat dan salafus shalih berlomba-lomba mengkhatamkan Al Qur’an, baik dalam bacaan shalat ataupun bacaan di luar shalat.
Al Qur’an adalah kitab petunjuk. Dan agar kita bisa mengambil petunjuk darinya, maka kita harus memahami arti dan maknanya. Membaca Al Qur’an adalah amalan yang luar besar nilainya. Tapi mentaddaburi dan memahami maknanya, kemudian mengambil petunjuk hidup darinya, itulah tujuan Al Qur’an diturunkan. Oleh karena itu, mari kita jadikan bulan Ramadhan bulan membaca dan mentaddaburi Al Qur’an.

4. Sedekah
Amalan ibadah bulan Ramadhan tidak hanya yang berhubungan langsung dengan AllahTa’ala, tapi juga terdapat amalan yang memberikan efek kebaikan langsung kepada orang lain, salah satunya adalah sedekah. Memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawaan beliau akan bertambah pada bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. Beliau bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al-Qur’an, dan  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dari hembusan angin (yakni sangat mudah mengeluarkan sedekah).” (HR. Bukhari)
Sedekah di bulan Ramadhan bisa kita lakukan dengan mengeluarkan sedekah seperti biasanya, dan kita akan mendapatkan nilai lebih jika sedekah itu dilakukan dengan memberi makanan berbuka, karena kita mendapatkan pahala sedekah dan pahala memberi makan orang berbuka puasa.
4. I’tikaf
I’tikaf dilakukan dengan menetap di masjid selama waktu i’tikaf, baik itu siang ataupun malam hari, dan tidak keluar dari masjid kecuali untuk memenuhi kebutuhan yang darurat, seperti makan dan buang air.
Seorang yang beri’tikaf menyibukkan dirinya hanya dengan ibadah, berdzikir, membaca Al Qur’an, memperbanyak shalat, dan amalan-amalan ibadah yang lainnya. Ia meninggalkan pekerjaan yang melalaikan dan amalan yang sia-sia sehingga waktu ia beri’tikaf benar-benar menjadi waktu yang ia khususkan untuk mendekat dirinya kepada Allah Ta’ala. I’tikah merupakan kebiasaan dan keteladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selama sepuluh hari setiap bulan Ramadhan, dan beri’tikaf selama dua puluh hari pada tahun beliau wafat”. (HR. Bukhari)
5. Menghidupkan Malam Lailatul Qadar
Dengan kasih sayang dan rahmat-Nya, Allah Ta’ala menghadiakan kita satu malam yang istimewa di bulan Ramadhan, malam yang barangsiapa menghidupkannya, akan diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari). Bahkan mendapat pahala yang berlipat ganda yang lebih baik dari amalan seribu bulan. Pahala seperti ini hanya ada pada malam itu. Allah Ta’ala berfirman tentangnya (yang artinya), “Malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar : 3).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghidupkan malam laitul qadar dan menganjurkan umatnya untuk menghidupkannya. Oleh karena itu, mari kita berlomba-lomba untuk menghidupkan malam laitul qadar dengan memperbanyak amalan-amalan ibadah padanya.
Malam itu adalah salah satu dari malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan pada malam ke-27, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat kuat tentangnya, tanpa memastikannya sebagai malam lailatul qadar.

6. Umrah di Bulan Ramadhan
Setiap hati pasti rindu untuk datang ke Masjidil Haram untuk thawaf mengelilingi Ka’bah, shalat di hadapannya bersama jutaan kaum muslimin lainnya. Ibadah umrah dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun umrah di bulan Ramadhan memiliki nilai pahala yang lebih tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan (pahalanya) menyerupai haji” (HR. Tirmidzi)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan bagi kita untuk melaksanakan umrah di bulan Ramadhan dan memberi taufik dan inayah-Nya kepada kita agar dapat menghidupkan bulan Ramadhan dengan amal-amal kebaikan. Amiin.

Penulis : Ustadz Sanusin Muhammad, M.A (Alumni S2 Universitas Islam Madinah Jurusan Tarbiyah)


Detail

HUKUM MEMBACA ALFATIHAH SAAT SHALAT BERJAMAAH ?


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum bacaan al fatihah bagi makmum ketika sholat jamaah.    Sebab perselisihan pendapat tersebut:

-Adanya perbedaan dalam memahami dalil yang keluar mengenai hukum bacaan alfatihah dalam  
  sholat.
-Adanya perbedaan pendapat diantara para ulama tersebut dalam cara men‘jamak’ (thoriqotul jam’i) antara hadist-hadits nabi yang menyangkut tentang bacaan alfatihah dalam sholat;

  1. Rosullullah SAW bersabda;
لا صلاة إلا بفاتحة الكتاب
 “tidak ada sholat bagi orang yang tidak membaca alfatihah”
Kandungan hadist ini (setiap orang yang sholat, baik imam, makmum, atau dalam keadaan sholat sendiri maka wajib baginya membaca alfatihah)
  1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah SAW selesai dari sholat ‘jahr’ (dengan suara) beliau lalu bertanya: “adakah diantara kalian yang membaca bersamaku ketika sholat tadi?”salah satu sahabat berkata: “saya wahai Rosulullah”.
Lalu Rosulullah bersabda:
إني أقول ما لي أنازع القرآن
                “sesungguhnya
Kandungan hadist ini ( bahwa makmum tidak membaca alfatihah dan surat di dua rakaat pertama ketika imam mengangkat suara, dan makmum membaca keduanya dirakaat ketika imam tidak mengangkat suara)
  1. Rosulullah SAW bersabda:
من كان له إمام فقراءته له القراءة
        “barang siapa sholat bersama imam (berjamaah) maka bacaan imam adalah bacaan makmum”
                Kandungan hadist: (makmum tidak wajib membaca alfatihah dalam setiap sholat/rakaat)
  1. Dari Ubadah bin shomad bahwa ketika selesai sholat (ghodat) Rosulullah berkata
إني لأراكم تقرؤون وراء الإمام
 “aku mengetahui bahwa kalian membaca (alfatihah/surat) dibelakang imam” sahabat berkata:’benar wahai Rasul’. Lalu beliau berkata:
فلا تفعلوا إلا بأم القرآن
        jangan kalian kerjakan lagi(ulangi) kecuali dalam membaca alfatihah”
Kandungan hadist: (makmum membaca alfatihah di dua rakaat pertama /ketika imam mengangkat suara)
  1. Allah SWT berfirman;
"وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له و أنصتوا لعلكم ترحمون
  1.  Sabda Rasulullah SAW:
إذا قرأ الإمام فأنصتوا
“ketika imam membaca (alfatihah/surat) maka diamlah”
Kandungan dua dalil terakhir; (makmum wajib diam ketika dia mendengar bacaan imam dan wajib membaca alfatihah ketika tidak mendengar bacaan imam.)

v  Perbedaan pendapat para ulama

  1. Iman Malik berpendapat:
-          Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika sholat yang tidak mengangkat suara (dhuhur,asar). Namun tidak diwajibkan membacanya ketika sholat dalam keadaan mengangkat suara (maghrib, isya, dan subuh)
o   Dalil yang dipegang;
-          Mengkhususkan (takhsis) hadist no: 1 dengan hadist no: 2
-          Kemudian menguatkannya dengan ayat al quran/ dalil no: 5

  1. Imam Abu Hanifah berpendapat:
-          Tidak diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika sholat berjamaah, baik dalam sholat dengan mengangkat suara (maghrib,isya’ dan subuh) ataupun sholat dalam keadaan tidak mengangkat suara (dhuhur dan asar)
o   Dalil yang dipegang;
-          Berpegang dengan hadist no: 3

  1. Imam Syafi’I berpendapat:
-          Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah dalam sholat, dalam keadaan bagaimanapun.
o   Dalil yang dipegang:
-          Mengkhususkan (takhsis) hadist no: 1 dengan hadist no: 4

  1. Imam Ahmad bin Hambal berpendapat:
-          Beliau membedakan antara mendengar bacaan imam dan bagi yang tidak mendengarkan bacaan imam;
o   Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika dia tidak mendengar bacaan imam
o   Dan tidak diwajibkan ketika makmum mendengar bacaan imam (alfatihah)
o   Dalil yang dipegang:
-          Berpegang dengan hadist no: 5 dan hadist no: 6

*      Pendapat paling kuat:
Setelah kita mengetahui beberapa pendapat ulama mengenai permasalahan ini, maka kita dapat mengambil kesimpulan tentang pendapat yang kuat.
Dan menurut penulis, pendapat Imam Syafi’I adalah pendapat yang paling kuat dari beberapa pendapat diatas, yaitu:
Wajib bagi makmum membaca alfatihah dan surat dalam sholat berjamaah yang tidak mengangkat suara,
Dan wajib bagi makmum membaca alfatihah saja dalam sholat berjamaah yang mengangkat suara.
- Pendapat ini diperkuat dengan kedudukan alfatihah itu sendiri dalam sholat, bahwa alfatihah adalah salah satu rukun dalam sholat, maka sholat tidak sah kiranya salah satu rukunnya kita tinggalkan. Wallahu’alam bisshowab..

Ditulis oleh “abumujaddid” (tarjamahan dari kitab bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid li ibn Rusyd)


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum bacaan al fatihah bagi makmum ketika sholat jamaah.    Sebab perselisihan pendapat tersebut:

-Adanya perbedaan dalam memahami dalil yang keluar mengenai hukum bacaan alfatihah dalam  
  sholat.
-Adanya perbedaan pendapat diantara para ulama tersebut dalam cara men‘jamak’ (thoriqotul jam’i) antara hadist-hadits nabi yang menyangkut tentang bacaan alfatihah dalam sholat;

  1. Rosullullah SAW bersabda;
لا صلاة إلا بفاتحة الكتاب
 “tidak ada sholat bagi orang yang tidak membaca alfatihah”
Kandungan hadist ini (setiap orang yang sholat, baik imam, makmum, atau dalam keadaan sholat sendiri maka wajib baginya membaca alfatihah)
  1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah SAW selesai dari sholat ‘jahr’ (dengan suara) beliau lalu bertanya: “adakah diantara kalian yang membaca bersamaku ketika sholat tadi?”salah satu sahabat berkata: “saya wahai Rosulullah”.
Lalu Rosulullah bersabda:
إني أقول ما لي أنازع القرآن
                “sesungguhnya
Kandungan hadist ini ( bahwa makmum tidak membaca alfatihah dan surat di dua rakaat pertama ketika imam mengangkat suara, dan makmum membaca keduanya dirakaat ketika imam tidak mengangkat suara)
  1. Rosulullah SAW bersabda:
من كان له إمام فقراءته له القراءة
        “barang siapa sholat bersama imam (berjamaah) maka bacaan imam adalah bacaan makmum”
                Kandungan hadist: (makmum tidak wajib membaca alfatihah dalam setiap sholat/rakaat)
  1. Dari Ubadah bin shomad bahwa ketika selesai sholat (ghodat) Rosulullah berkata
إني لأراكم تقرؤون وراء الإمام
 “aku mengetahui bahwa kalian membaca (alfatihah/surat) dibelakang imam” sahabat berkata:’benar wahai Rasul’. Lalu beliau berkata:
فلا تفعلوا إلا بأم القرآن
        jangan kalian kerjakan lagi(ulangi) kecuali dalam membaca alfatihah”
Kandungan hadist: (makmum membaca alfatihah di dua rakaat pertama /ketika imam mengangkat suara)
  1. Allah SWT berfirman;
"وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له و أنصتوا لعلكم ترحمون
  1.  Sabda Rasulullah SAW:
إذا قرأ الإمام فأنصتوا
“ketika imam membaca (alfatihah/surat) maka diamlah”
Kandungan dua dalil terakhir; (makmum wajib diam ketika dia mendengar bacaan imam dan wajib membaca alfatihah ketika tidak mendengar bacaan imam.)

v  Perbedaan pendapat para ulama

  1. Iman Malik berpendapat:
-          Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika sholat yang tidak mengangkat suara (dhuhur,asar). Namun tidak diwajibkan membacanya ketika sholat dalam keadaan mengangkat suara (maghrib, isya, dan subuh)
o   Dalil yang dipegang;
-          Mengkhususkan (takhsis) hadist no: 1 dengan hadist no: 2
-          Kemudian menguatkannya dengan ayat al quran/ dalil no: 5

  1. Imam Abu Hanifah berpendapat:
-          Tidak diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika sholat berjamaah, baik dalam sholat dengan mengangkat suara (maghrib,isya’ dan subuh) ataupun sholat dalam keadaan tidak mengangkat suara (dhuhur dan asar)
o   Dalil yang dipegang;
-          Berpegang dengan hadist no: 3

  1. Imam Syafi’I berpendapat:
-          Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah dalam sholat, dalam keadaan bagaimanapun.
o   Dalil yang dipegang:
-          Mengkhususkan (takhsis) hadist no: 1 dengan hadist no: 4

  1. Imam Ahmad bin Hambal berpendapat:
-          Beliau membedakan antara mendengar bacaan imam dan bagi yang tidak mendengarkan bacaan imam;
o   Diwajibkan bagi makmum membaca alfatihah ketika dia tidak mendengar bacaan imam
o   Dan tidak diwajibkan ketika makmum mendengar bacaan imam (alfatihah)
o   Dalil yang dipegang:
-          Berpegang dengan hadist no: 5 dan hadist no: 6

*      Pendapat paling kuat:
Setelah kita mengetahui beberapa pendapat ulama mengenai permasalahan ini, maka kita dapat mengambil kesimpulan tentang pendapat yang kuat.
Dan menurut penulis, pendapat Imam Syafi’I adalah pendapat yang paling kuat dari beberapa pendapat diatas, yaitu:
Wajib bagi makmum membaca alfatihah dan surat dalam sholat berjamaah yang tidak mengangkat suara,
Dan wajib bagi makmum membaca alfatihah saja dalam sholat berjamaah yang mengangkat suara.
- Pendapat ini diperkuat dengan kedudukan alfatihah itu sendiri dalam sholat, bahwa alfatihah adalah salah satu rukun dalam sholat, maka sholat tidak sah kiranya salah satu rukunnya kita tinggalkan. Wallahu’alam bisshowab..

Ditulis oleh “abumujaddid” (tarjamahan dari kitab bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid li ibn Rusyd)

Detail

LANGKAH INI

Dan kemudian aku bertambah kuat meyakini bahwa untuk mendekat pada jalan-Mu begitu berat cobaan dan ujian..

Tak ingin ku sampaikan dengan emosional yang melangit ya Rabb,,
Selalu ada cerita tentang masa lalu yang kelam, namun a
ku sadar bahwa ini tak sebanding dengan sejarah nabi dan rasul-Mu yang lebih dahulu mendekat pada kebenaran.

Tak perlu berbait2 pembelaan dan pembenaran. Bahwa masa itu telah lewat itulah nyata.. dan aku pernah melewati jalan itu. ku berharap Kau menjagaku untuk kuat menghadapi kenyataan hari ini dan esok.

Dan aku sungguh dengan tulus bersyukur Kau hadiahkan ia yang selalu memperhatikanku sejak dulu hingga kini dan mungkin kelak.. bahkan boleh jadi menghabiskan waktunya untuk memperhatikan ku secara keseluruhan. Satu hal yang boleh jadi aku tak pernah sanggup lakukan terhadap diriku. Sekali lagi aku mensyukurinya ya Allah.

Aku tak pernah tau apakah pernah demikian dalam aku menaruh khilaf atasnya sehingga demikian hina aku dimatanya,, ah.. sudahlah.. aku hendak belajar dari Muhammad yang tak memilih menimpakan gunung atas kaum Thaif. Aku lebih memilih agar Kau senantiasa memberikan atasnya keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan segenap kebaikan. Sembari ku berharap noda hitam atasku di benaknya perlahan luntur.

Demikianlah kau mengajarkanku arti kekuatan, setelah bertahun-tahun Kau gembleng aku agar tegar menghadapi apapun termasuk hari ini. Maka tak ada yang dapat kumintai pertolongan selain kekuatanmu.. demikianlah aku memahami peninggalan Rasul-Mu "Bersungguh-sungguhlah dalam (menuntut) apa yg brmanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kpd Allah dan janganlah sekali-kali bersikap lemah" (HR. Muslim)

Ya aku pernah takut ketika memulai langkah ini, namun Kau yang meyakinkanku bahwa setelahnya Kau yang akan menguatkanku dari segenap cobaan. Aku berharap setiap langkah menjadi pelajaran bagiku dan benar-benar membuatku lebih baik. belajar dari kesalahan masa lalu dan menjalani masa depan dengan niat dan proses yang jauh lebih baik..

Tiada kuasa ku atas segenap kehendak-Mu, hanya doa ku pada-Mu lah kekuatanku. Maka kuatkanlah aku..

aku mampu kuat karena bukan mulia di hadap manusia yang kucari melainkan mulia di hadap-Mu yang Maha Kuasa... bismillah.
terima kasih pada mu sahabat yang menguatkan pijakan kaki ku..
dan pada-Mu ya Rabb yang menjadi penguat sejatiku.
Dan kemudian aku bertambah kuat meyakini bahwa untuk mendekat pada jalan-Mu begitu berat cobaan dan ujian..

Tak ingin ku sampaikan dengan emosional yang melangit ya Rabb,,
Selalu ada cerita tentang masa lalu yang kelam, namun a
ku sadar bahwa ini tak sebanding dengan sejarah nabi dan rasul-Mu yang lebih dahulu mendekat pada kebenaran.

Tak perlu berbait2 pembelaan dan pembenaran. Bahwa masa itu telah lewat itulah nyata.. dan aku pernah melewati jalan itu. ku berharap Kau menjagaku untuk kuat menghadapi kenyataan hari ini dan esok.

Dan aku sungguh dengan tulus bersyukur Kau hadiahkan ia yang selalu memperhatikanku sejak dulu hingga kini dan mungkin kelak.. bahkan boleh jadi menghabiskan waktunya untuk memperhatikan ku secara keseluruhan. Satu hal yang boleh jadi aku tak pernah sanggup lakukan terhadap diriku. Sekali lagi aku mensyukurinya ya Allah.

Aku tak pernah tau apakah pernah demikian dalam aku menaruh khilaf atasnya sehingga demikian hina aku dimatanya,, ah.. sudahlah.. aku hendak belajar dari Muhammad yang tak memilih menimpakan gunung atas kaum Thaif. Aku lebih memilih agar Kau senantiasa memberikan atasnya keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan segenap kebaikan. Sembari ku berharap noda hitam atasku di benaknya perlahan luntur.

Demikianlah kau mengajarkanku arti kekuatan, setelah bertahun-tahun Kau gembleng aku agar tegar menghadapi apapun termasuk hari ini. Maka tak ada yang dapat kumintai pertolongan selain kekuatanmu.. demikianlah aku memahami peninggalan Rasul-Mu "Bersungguh-sungguhlah dalam (menuntut) apa yg brmanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kpd Allah dan janganlah sekali-kali bersikap lemah" (HR. Muslim)

Ya aku pernah takut ketika memulai langkah ini, namun Kau yang meyakinkanku bahwa setelahnya Kau yang akan menguatkanku dari segenap cobaan. Aku berharap setiap langkah menjadi pelajaran bagiku dan benar-benar membuatku lebih baik. belajar dari kesalahan masa lalu dan menjalani masa depan dengan niat dan proses yang jauh lebih baik..

Tiada kuasa ku atas segenap kehendak-Mu, hanya doa ku pada-Mu lah kekuatanku. Maka kuatkanlah aku..

aku mampu kuat karena bukan mulia di hadap manusia yang kucari melainkan mulia di hadap-Mu yang Maha Kuasa... bismillah.
terima kasih pada mu sahabat yang menguatkan pijakan kaki ku..
dan pada-Mu ya Rabb yang menjadi penguat sejatiku.
Detail